Sosok Febriana Dwiyanti yang lebih akrab disapa dengan ‘Mbak Ana’ oleh para Titianers (sebutan untuk para penerima beasiswa Titian) merupakan sosok penggerak utama untuk berbagai Program Beasiswa di Titian. Selain menjadi seorang Program Manager di Titian selama kurang lebih lima tahun lamanya, Mbak Ana aktif di berbagai kegiatan yang berhubungan dengan ilmu psikologi hingga sekarang. Memiliki hubungan yang dekat dengan Titianers, pribadi ramah dan hangat, juga pendengar yang baik—merupakan kesan yang dimiliki oleh banyak Titianers terhadap seorang Febriana Dwiyanti. Lantas, bagaimanakah perspektif beliau mengenai Titian dan kesehatan mental? Dalam wawancara singkat untuk memperingati Hari Kesehatan Mental ini, Febriana berbagi pandangan mengenai bagaimana usaha Titian untuk tetap menjaga kesehatan mental para beswan dan juga para penerima manfaat lainnya.
Apa saja kunci-kunci yang Mbak Ana gunakan untuk tetap menjaga semua Program Titian berjalan dengan yang sudah direncanakan?
Program di Titian Foundation sudah ada kerangka besarnya, saya menyesuaikan kegiatan dari apa yang pernah dilakukan dan mengembangkan sesuai tuntutan perkembangan jaman. Semua itu dilakukan melalui koordinasi, komunikasi, dan kerjasama tim di lapangan, juga dengan pimpinan sehingga semuanya dapat berjalan selaras.
Sejauh ini, apa esensi atau landasan utama dari Program Pendampingan menurut Mbak Ana? Apakah cukup diperkaya oleh materi yang berkaitan dengan kesehatan mental?
Pendampingan karakter dalam Program Beasiswa mengambil dasar dari kerangka kerja program yang telah ditentukan di awal, memperhatikan tahap perkembangan remaja dan tugas-tugas perkembangan remaja (teori psikologi), memperhatikan perkembangan dunia pendidikan dan industri sehingga anak dapat beradaptasi dengan semua itu. Hampir semua tema pendampingan yang kami lakukan berkaitan dengan kesehatan mental, karena bertujuan untuk mendampingi anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Metode experiential learning yang kita terapkan cukup efektif.
Sejak 2015, sesi pendampingan manakah yang menurut Mbak Ana paling membekas pada diri para beswan?
Acara send-off atau pelepasan selalu menjadi kenangan mengharukan sekaligus membanggakan. Program Beasiswa Titian melakukan seleksi yang sangat ketat, sampai dengan Home Visit dan mengenal keluarga, mendampingi anak tidak hanya secara kelompok, tapi juga individu. Kita memiliki rekam jejak setiap anak, jadi kita tahu perkembangan anak dari tahun ke tahun. Makanya, momen send-off selalu membekas setiap tahunnya untuk setiap generasi yang dilepas.
Menurut Mbak Ana, bagaimana tingkat kesadaran para beswan/lingkungan Titian terhadap kesehatan mental?
Kesehatan mental dalam konteks yang saya terapkan adalah anak mampu beradaptasi terhadap tugas perkembangan sesuai usianya dan tuntutan lingkungan di mana dia tinggal. Secara umum hal ini belum sepenuhnya belum disadari oleh anak, orang tua anak, maupun masyarakat sekitar. Alasan utamanya adalah para beswan berasal dari keluarga pra sejahtera sehingga kegiatan utamanya terfokus untuk mencukupi makan dulu saja. Perhatian untuk kesehatan fisik kadang belum mencukupi, yang paling sederhana contohnya adalah makan sehat/bergizi 3 kali sehari. Saat mereka memiliki keinginan, atau sekedar mengemukakan pendapat, didengarkan ceritanya—belum tentu dapat dipenuhi oleh lingkungan terdekat, dalam hal ini oleh orang tua. Kondisi semacam ini yang Titian coba bantu hadir, menjadi keluarga untuk mereka juga. Selanjutnya, Titian dalam 1 tahun 2 kali mengundang orang tua untuk mengomunikasikan proses yang berlangsung, supaya orang tua juga bisa selaras dalam mendampingi anaknya. Pendamping juga melakukan kunjungan ke rumah untuk menjembatani kebutuhan komunikasi anak dengan orang tuanya.
Tentunya, sedikit banyak, Program Pendampingan akan mengubah perilaku dan pola pikir para beswan Titian. Menurut Mbak Ana, apakah hal ini berpengaruh juga terhadap perubahan pola pikir para anggota keluarga para beswan di rumah mereka masing-masing, dikarenakan interaksi yang mereka lakukan?
Sejauh saya mendampingi anak, mendengarkan cerita orang tua dalam Parent Meeting dan juga cerita dari para alumni, ya, sangat berpengaruh, khususnya terkait dukungan orang tua terhadap pentingnya pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang.
Adakah teori psikologi pendidikan/remaja tertentu yang hingga kini Mbak Ana implementasikan pada keberlangsungan Program Pendampingan di Titian?
Karena latar belakang pendidikan saya psikologi, tentu saya menerapkan semua pengetahuan dan keterampilan saya miliki, namun tidak terbatas pada teori psikologi saja, multi disiplin ilmu, termasuk metode pendampingannya, seperti experiential learning.
Sedikit bicara mengenai penerima manfaat lainnya selain para beswan di Titian, bagaimana Titian mengembangkan dan memberdayakan masyarakat dalam perihal kesehatan mental?
Program secara khusus untuk masyarakat lebih peningkatan keterampilan yang berdampak untuk ekonomi, namun dalam prosesnya kami menyelipkan seperti tema-tema yang berkaitan dengan pendampingan anak dan keluarga.
Apa buku yang paling Mbak Ana rekomendasikan untuk beswan, remaja lainnya, maupun orang-orang di sekitar Mbak Ana?
Jika sudah bicara buku banyak sekali buku bacaan yang menarik yang pernah saya baca, kebetulan saya sangat tertarik dengan pengembangan diri. Being Happy (Andrew Matthews); Who Moved My Cheese (Stephen Johnson), Young on Top (Billy Boen), Sejenak Hening (Adjie Silarus); Lakukan Dengan Hati (Dedy Dahlan), #sharing (Handry Satriago), On (Jamil Azzaini), dan Mindset (Carol S. Dweck).
Tips umum seperti apa yang paling sering Mbak Ana berikan bagi para beswan untuk menjaga kesehatan mentalnya?
Mengenali diri dulu, menerima dan mengapresiasi diri, latihan meditasi dasar (belajar tenang dan fokus).
Mbak Ana, silakan bagikan pesan-pesan Mbak Ana untuk Titian dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia 2020.
Cinta terhadap diri sendiri itu tidak egois; kamu tidak bisa mencintai orang lain sebelum kita mencintai dirimu sendiri. Berhenti memandang rendah dirimu sendiri.