Berita

Jatuh Tujuh Kali, Bangkit Delapan Kali

Oleh: Joelle C. Warsono
Mentor: Wisnu Auri
Media: Acrylic di Tembok
Tanggal Pelaksanaan: 15-16 Desember 2018

Konsep ini didasarkan pada kata mutiara Jepang “Jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali”.

Esensinya adalah setiap perjalanan ke puncak dibangun oleh banyak kegagalan. Di balik setiap kesuksesan mencapai puncak, tidak pernah ada jalan pintas; hanya “grit”, tekad dan daya juang.

Dalam proses ini, orang-orang yang berusaha dan mempunyai tekad untuk bertahan mengatasi kegagalan selama uji coba akhirnya mampu belajar dari pengalaman.

Karakteristik yang terutama disampaikan oleh kata mutiara ini adalah daya juang yang memiliki nilai tahan. Ini adalah pesan yang terutama harus ditegakkan kepada kaum muda saat mereka masih dalam tahun-tahun awal belajar, bertumbuh dan mengalami fase jatuh bangun.

Mural ini menggambarkan tujuh sosok anak yang sama, jatuh dalam posisi yang berbeda, mengerumuni anak ke-delapan yang berada di tengah.

Meski masih berada di tanah dan belum kokoh, setiap anak yang jatuh secara bertahap mampu berdiri sedikit lebih tinggi daripada sebelumnya. Maka suatu proses kemajuan dari benar-benar posisi paling bawah ke posisi hampir berdiri tegak.

Anak ke-delapan itu adalah anak yang menjadi pemenang, mengangkat obor menyala dengan sikap penuh kemenangan. Kegagalannya mengerumuni sosok sang pemenang, seolah-olah sang pemenang adalah api unggun, menyala terang yang menunjukkan harapan, kebaikan dan kemenangan.

Meskipun anak ke-delapan bersinar paling terang, tujuh kegagalannya masih ada dalam gambar. Meskipun dalam bayang-bayang, mereka tidak dilupakan; pesannya adalah kegagalan kita adalah apa yang menjadikan kita siapa dan apa kita hari ini. Mereka tidak boleh disembunyikan dan mereka tidak boleh dilupakan jasanya. Sebelum meraih keberhasilan, kegagalan adalah hal yang wajar. Tanpa mengalami kegagalan, kita tidak akan pernah belajar untuk berhasil.