Berita

Meruntuhkan Mitos: Dari Lurik ke Songket

Keberadaan Titian Foundation adalah hal yang baru untuk warga Rembitan, khususnya warga di kampung Nyanggit. Tak hanya mendirikan bangunan baru, Titian juga membawa program-program yang tidak biasa mereka lakukan sebelumnya, seperti kegiatan sanitasi dan kebersihan, literasi, serta pendampingan warga atau community empowerment. Salah satu programnya ialah pendampingan dan pelatihan tenun songket.

Bersama dengan Soroptimist International of Jakarta, mengenalkan tenun songket menjadi tantangan baru bagi kami. Tidak hanya mengenalkan penenun Nyanggit dengan motif dan proses tenun yang baru saja, namun juga perubahan pola pikir terkait mitos-mitos yang berkembang di tengah kepercayaan masyarakat. Tenun songket dipercaya sebagai produk dari desa lain, Sukarare. Pembuatan tenun songket pada awalnya dipercaya bisa membawa bahaya jika warga Nyanggit ikut serta mempelajari dan membuat tenun jenis ini. Kasak-kusuk masyarakat mencerminkan adanya ketakutan dan kekhawatiran mereka dalam mengalami kebutaan atau kegilaan jika mereka ikut belajar tenun songket. Namun, ketakutan tersebut tidak cukup kuat untuk menghalangi impian warga untuk mendapatkan kehidupan yang lebih nyaman. Ibu Aminah menjadi orang pertama yang menghiraukan mitos yang berkembang dan ia memutuskan untuk ikut mempelajari tenun songket. “Saya berpikir dengan meningkatkan kemampuan saya dari tenun lurik ke songket, saya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk mencukupi biaya sekolah anak saya. Motivasi dari Ibu Lily dan juga keyakinan saya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja semakin mendorong saya untuk ikut belajar songket,” ungkap Ibu Aminah. Keyakinan tersebut pada akhirnya membuat beberapa warga lain pun ikut tertarik mempelajari tenun songket.

Kenyataan bahwa beberapa peserta pendampingan tenun ternyata tidak mengalami kejadian yang dikhawatirkan membuat warga lainnya mulai menyadari bahwa itu hanya mitos belaka. Satu per satu warga mulai ikut tertarik untuk mengikuti pendampingan tenun. Semakin berkembang, kini program ini tidak lagi diikuti oleh warga Kampung Nyanggit saja, melainkan menyebar ke kampung tetangga. Menenun songket memang tidak mudah—selain motif yang lebih rumit dan waktu pengerjaan yang lebih lama, mereka juga harus belajar dan membiasakan diri (beradaptasi) dari awal lagi. Namun, hal itu tidak menjadi hambatan bagi mereka, justru kini warga saling menunggu giliran untuk ikut serta dalam mengembangkan keterampilan mereka. Hingga saat ini, sudah terdapat empat kelompok tenun yang mengikuti program ini dan mereka terdiri dari 19 peserta.

Program pendampingan tenun sampai hari ini terus mengalami kemajuan yang signifikan. Pada awalnya, penenun Rembitan hanya mampu membuat tenun dengan motif sederhana yang dihasilkan dari perpaduan warna yang berbeda, seperti Kembang Komak, Tapuk Kemalo, Selulut, dan lain-lain. Namun, kini mereka sudah bisa membuat motif yang lebih rumit dan cantik. Luar biasanya, ilmu ini tidak hanya untuk diri mereka sendiri, melainkan untuk dibagikan lagi kepada warga lainnya. Jika pada awalnya peserta pendampingan tenun mendapatkan pelatihan dari penenun Sukarare, kini peserta baru mendapatkan pendampingan langsung dari para seniornya, yaitu mereka yang sudah bisa menenun songket dengan baik. Selain itu, staf Titian Rembitan juga ikut serta dalam memberi perhatian dan pendampingan pada mereka. Mulai dari pembuatan warna alam, pemilihan warna, dan bahan hingga proses checking hasil karya.

Lebih dari itu, staf Titian Foundation pun ikut berkontribusi dalam menjamin keberlangsungan program ini. Dimulai dari dengan membantu menyediakan bahan sebagai modal, sistem penjualan hingga pendampingan pengelolaan keuangan mereka. Titian Foundation bersama peserta kelas membuat penyimpanan mini—kami menyediakan benang dan bahan lainnya untuk digunakan sebagai modal. Hal ini dilakukan guna memudahkan mereka yang mulai menenun, namun belum memiliki modal karena mereka boleh mengembalikan biaya yang dikeluarkan setelah berhasil menjual produk mereka. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelolaan finansial mereka, staf Titian pun melakukan pelatihan dan pendampingan melalui program literasi finansial.

Pada akhirnya, ini semua tidak hanya berhenti pada pendampingan pelatihan tenun. Tim Titian juga ikut bersama membantu meningkatkan nilai tenun dengan berkolaborasi dengan peserta belajar Kelas Jahit. Kanggo Project merupakan nama dari kelompok usaha yang terbentuk dari alumni peserta Kelas Jahit. Beranggotakan empat perempuan muda dan didampingi oleh tim Titian, mereka membuat produk-produk siap pakai seperti pouch, tas, masker, dan lainnya dengan cara mengombinasikan produk tenun. Proyek ini dijalankan untuk memanfaatkan dan meningkatkan ilmu yang sudah mereka kuasai sehingga hal tersebut dapat meningkatkan taraf hidup mereka, baik untuk para alumni Kelas Jahit maupun tenun. Tentunya, mereka tetap mendapatkan pendampingan dan pelatihan yang berkelanjutan, terutama pendampingan yang berkenaan dengan manajemen usaha dan pengelolaan keuangan yang tepat. (NL)