Wirausahawan (entrepreneur) bisa dipandang sebagai para pemimpin bangsa yang membawa perubahan dan pembaharuan. Peran mereka sangat signifikan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan, sesungguhnya peran kewirausahaan sangat dibutuhkan di berbagai bidang untuk melakukan pembaharuan di negeri ini.
Semakin sempitnya lapangan pekerjaan terlebih imbas dari Covid-19 membuat kita harus dibekali kemampuan atau keterampilan lain guna membuka peluang usaha baik secara mandiri maupun berkolaborasi. Kegiatan berwirausaha dapat dilakukan sejak usia sekolah secara sederhana. Kegiatan ini ditujukan untuk membuka peluang usaha yang sesuai dengan situasi juga untuk membantu permasalahan yang ada di masyarakat terkait banyaknya pengangguran dan angka kemiskinan.
Berdasarkan hal di atas, Titian Foundation Bayat telah membentuk kelompok wirausaha muda bagi Generasi 12 berupa pelatihan serta pendampingan wirausaha untuk mengasah kemampuan dan keterampilan dalam berwirausaha sejak dini. Kelompok wirausaha muda ini terdiri dari 10 orang, Yushiana Mutti Avina, Fia Setyo Astuti, Vivi Indah K., Dimas Syafrudin, Viona Eka Bunga, Hanifah Fuad S., Yusanda Ali Barokah, Ira Meylana, Indah Munica, dan Asrifah Nur Khasanah. Sepuluh anak muda ini mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Mereka mengajukan diri mereka sendiri dengan mengisi form yang tersedia dan terbentuklah kelompok yang mereka beri nama “Meraki”. Kata meraki berasal dari bahasa Yunani yang artinya melakukan sesuatu dengan jiwa, kreativitas, dan cinta. Mereka bermaksud untuk memulai pembelajaran dengan sepenuh hati. Program ini dilakukan seminggu sekali dengan target para anggota bisa membuat produk sampai dengan menjualnya.
Pertemuan 1-3 digunakan untuk perkenalan, teori-teori, pembahasan mengenai apa yang akan dibuat beserta langkah-langkahnya, diawali dengan diskusi mengenai produk yang akan dibuat serta menentukan segmen pasar. Melalui pembahasan tersebut, barang yang akan dibuat telah ditentukan, seperti tumbler pouch, 1 set pouch beserta sedotan, saku wallet, dan tote bag. Dengan segmen pasar teman sekolah mereka SMK/SMA sederajat. Pertemuan selanjutnya pembahasan tentang pembuatan mood board, menentukan teknik tie-dye yang akan dibuat, struktur organisasi, logo Meraki, menghitung kebutuhan bahan untuk persiapan produksi, membuat jadwal produksi, dan belajar menghitung HPP.
Pertemuan ke-4 dilaksanakan proses pembuatan produk dengan menggunakan teknik tie-dye remasol. Teknik ini relatif mudah digunakan bagi pemula, mengingat bahwa tidak ada satupun anggota Meraki yang mempunyai pengetahuan dasar di jurusan kriya. Warna dan motif yang dihasilkan cerah dan unik sesuai dengan segmen pasar yang dipilih. Pemilihan warna yang digunakan ada dua, yaitu biru turkis dan pink fusia. Pada proses pembuatan kain, mereka membeli bahan sendiri, dan mampu mewarna mandiri setelah diberi contoh satu kali.
Setelah proses kain selesai, kain selanjutnya dipotong dan dipilah sesuai produk yang akan dibuat. Sebelumnya, teman-teman Meraki sudah membeli aksesoris tambahan untuk produk, seperti resleting, tali, dan pembuatan label. Setelah semua siap langkah selanjutnya adalah pembuatan sampel. Proses pencarian penjahit berlangsung cukup lama dikarenakan mayoritas penjahit adalah ibu-ibu yang terbiasa menjahit baju dan kurangnya pengalaman untuk menjahit produk seperti yang akan dibuat. Beberapa sampel yang sudah jadi masih terdapat keluputan, seperti konstruksi jahitan yang masih keliru, jahitan furing yang kurang rapi, ukuran potongan yang kurang tepat, dan lain-lain. Dari kesekian proses, proses penjahitan sampai benar-benar sesuai merupakan proses yang paling lama.
Produk yang sudah melewati proses quality control selanjutnya difoto dan diunggah ke feed post media sosial official Meraki serta media sosial masing-masing anggota untuk pemasaran. Modal yang didapat melalui penjualan produk selanjutnya akan diputar kembali untuk modal awal generasi selanjutnya. Di awal proses, terdapat beberapa kendala yang dihadapi selama proses, termasuk kesibukan setiap anggota untuk membagi waktu antara sekolah, kegiatan lain dengan kegiatan Meraki; kurangnya keakraban, serta komunikasi setiap anggota karena mereka berasal dari sekolah yang berbeda, dan minimnya pengetahuan dalam proses pembuatan produk membuat penyelesaian tugas berlangsung lebih lama. Namun, dengan seiringnya berjalan waktu dibarengi melewati proses bersama dan ditambah kegiatan ekstra, seperti memasak dan makan bersama yang pada akhirnya membuat tim Meraki lebih solid. (Anitasari)