Berita

Terinspirasi Titian

Untuk daerah pedesaan, kelompok belajar dan penyediaan perpustakaan kecil yang dikelola oleh warga lokal pastinya teramat berarti bagi masyarakat sekitar, terutama untuk anak-anak yang masih sulit mendapatkan akses pada bahan bacaan. Pendidikan yang diberikan oleh Titian membuat beberapa alumni tergerak untuk meneruskan kebaikan yang sama. Di Gunungkidul, Kiky Nuranisya, Generasi 8 Titian Bayat, mempunyai usahanya sendiri untuk mendidik anak-anak yang tinggal di lingkungan sekitarnya. Bekerjasama dengan para anak muda yang mampu memberikan waktu dan ilmunya untuk anak-anak, Kiky memanfaatkan ruang di rumahnya untuk membuat sebuah tempat bermain dan belajar yang dinamakan Taman Ceria. Di Taman Ceria, Kiky pun mengadakan kegiatan-kegiatan kecil bersama anak-anak seperti bermain secara edukatif dan juga membaca buku bersama. “Aku ingin memajukan pendidikan para warga di desaku. Di sini, hanya aku dan satu temanku yang mendapatkan pendidikan hingga jenjang universitas,” ujar Kiky.

Taman Ceria memulai kegiatan pada hari kedua bulan Ramadhan 2020, tepatnya di bulan April 2020, akan tetapi nama Taman Ceria disepakati oleh Kiky dan teman-teman yang terlibat pada tanggal 2 Mei 2020. Kiky adalah penerima beasiswa Titian Generasi 8. Sebenarnya, membuat taman bacaan sudah menjadi impian Kiky sejak lama. Kiky melihat situasi pandemi ini membawa ‘hikmah’, karena di saat inilah Kiky memiliki banyak waktu luang—semuanya jadi dilakukan secara daring sehingga aktivitas Kiky banyak dilakukan di rumah. Taman Ceria terletak di rumah tinggal Kiky yang beralamatkan di Banaran V, Playen, Gunungkidul. Kegiatan di Taman Ceria diikuti oleh anak-anak PAUD hingga remaja SMP. Pengurus Taman Ceria yang mereka sebut Sahabat Ceria adalah para pelajar SMP. Ini adalah salah satu upaya Kiky untuk memutus mata rantai vakumnya Karang Taruna di daerah Kiky. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Taman Ceria adalah bersepeda bersama di taman desa dan membuat karya dari barang bekas, juga membersihkan lingkungan.

Baginya, Titian berperan sangat besar sehingga Kiky berani untuk membuat Taman Ceria, membuat basecamp, dan mendapatkan buku untuk koleksi Taman Ceria. Tanpa Titian, Kiky mungkin tidak akan sejauh ini. Semua berawal dari bergabungnya Kiky di Titian—pada saat Kiky melihat CLC Titian Bayat untuk pertama kalinya, Kiky benar-benar merasa tercengang dan terkagum-kagum melihat mainan, koleksi buku yang bagus, alat musik, mesin jahit, juga taman dan desain bangunannya. Kiky berangan-angan seandainya ada yang seperti ini di daerah tempat tinggalnya, banyak anak-anak yang akan dapat bermain dan belajar di sana. Sampai akhirnya, Kiky berkenginan untuk dapat membuat taman bermain. Kiky banyak berkecimpung di dunia anak melalui forum anak, mulai dari tingkat desa sampai provinsi sehingga tambah menggebu-gebulah semangat Kiky untuk dapat meminimalisir permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan rumah.

Banyak hal di Titian yang menginspirasi Kiky, contohnya keinginan Kiky untuk membuat gazebo, menjalankan kegiatan ekstra seperti kursus gitar, piano, English Mastery, juga terdapat kegiatan parenting. Ia juga berharap Titian dapat menjadi pendamping untuk Taman Ceria. Kiky beranggapan bahwa permasalahan sosial di lingkungannya tidak bisa menunggu Kiky lulus, maka dari itu akhirnya ia memulai dan bertindak saat itu. “Jika bersedih, buatlah bahagia orang lain maka sedihmu akan hilang bersamaan dengan tawa dari orang lain. Tidak usah ragu untuk berbuat baik, jika kita menanam kebaikan, kita akan menuai kebaikan dan kebahagiaan bahkan tanpa kita sangka-sangka,” ujar Kiky.

Nisa’u Fadiyah dari Generasi 5 Titian Bayat membangun perpustakaan kecil yang ia namakan Perpus Candu. Sama seperti Kiky, ia membangun perpustakaan tersebut di tempat kediamannya sendiri bersama dengan kakaknya. Perpus Candu sendiri hadir semenjak bulan Mei 2019. Meski baru hitungan bulan, banyak sekali Sahabat Candu (sebutan untuk teman-teman yang membantu Perpus Candu) yang memberi dukungan, sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk mengembangkan Perpus Candu yang berlokasi di Bodrorejo, Trucuk, Klaten ini. “Sebelumnya, saya bekerja di Titian Tangsel. Ketika pulang ke Klaten, saya bercakap dengan anak-anak dan remaja di sekitar rumah. Dari dulu, rumah saya memang selalu penuh dengan anak-anak karena memang keluarga saya suka sekali dengan anak-anak. Pada saat saya berada di dalam kereta dari Jakarta menuju Klaten, saya memikirkan anak-anak kecil, remaja, maupun orang tua di daerah sekitar saya sangat masih terbatas ilmunya dan daya juang mereka untuk meraih impian masih sangat sedikit. Mereka masih memegang teguh gaya hidup ‘seadanya’ dan ‘belajar secukupnya’. Saya membandingkannya dengan kehidupan di Jakarta, di mana jika tidak berusaha maksimal, bisa jadi tidak bisa makan, sangat berkebalikan dengan kehidupan di desa.

Dari situ saya memutuskan untuk resign dari Titian Tangsel untuk membangun desa saya. Setelah menjelaskan keinginan saya, Titian sangat mendukung dan memindahkan tugas saya ke Titian Bayat, Klaten, sehingga saya bisa membuat Perpus Candu ini sembari saya masih bisa bekerja. Perpus Candu pun terbentuk dari awal saya mengeluarkan semua buku yang ada di lemari saya, kemudian saya mulai membeli rak buku. Media sosial sendiri sangat berpengaruh besar untuk berdirinya Perpus Candu, karena dengan berbagi foto dan kegiatan mengundang teman-tema, kita lebih suka menyebut dengan Sahabat Candu untuk ikut berkontribusi dalam mendirikan Perpus Candu, dengan berdonasi berbagai macam buku, mainan, maupun kebutuhan alat tulis lain. Selain itu banyak sekali sahabat Candu yang membantu mengisi kegiatan sebagai volunteering. Pengunjung Perpus Candu terdiri dari anak-anak yang belum sekolah hingga pelajar SMA.

Kegiatan di Perpus Candu terdiri dari kegiatan belajar membaca, bermain, mewarnai dan menggambar. Ketika saya libur, pada saat akhir pekan, kami juga membuat kreasi seperti baju tie-dye, memasukkan sampah dalam botol untuk dijadikan kursi (ecobrick), dan juga menanam sayuran. “Titian sangat menginspirasi Perpus Candu—saya belajar dari berbagai program yang ada di Titian dan saya aplikasikan di dalam kinerja Perpus Candu, seperti halnya anak-anak yang baru diperbolehkan mewarnai jika sudah membaca buku cerita dan menceritakannya kembali kepada temannya. Jadi, hampir semua anak SD sudah membaca bukunya karena saling berbagi dengan anak-anak yang lain,” Nisa’u menjelaskan. Selain itu, Nisa’u merasa bahwa Titian juga sangat terbuka dalam memberikan berbagai macam dan saran untuk berbagai program di Perpus Candu. Seperti namanya, ‘Candu’, Nisa’u berharap anak-anak untuk kecanduan untuk membaca buku, bermain dengan alam, dan bersosialiasi dengan teman yang belum mereka kenali sehingga mereka bisa mengurangi penggunaan smartphone.

Tokoh lain yang mendapat inspirasi dari Titian adalah Irkham Zamzuri. Irkham dikenal sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris untuk program English Mastery (EM) di Titian Bayat. Rupanya, selama bergabung dan melihat bagaimana Titian bekerja sejak akhir tahun 2018, Irkham banyak belajar. Memang sedari dulu sudah tertarik dan peduli dengan pendidikan, Irkham pun sudah menggerakkan satu kelompok belajar di rumahnya sendiri yang ia namakan Kelompok Belajar Anak Ceria (KBAC). Kelompok ini sudah ada sebelum perintisnya sendiri bergabung di Titian Bayat untuk mengajar. Kisahnya berawal dari Irkham yang mengajari keponakannya untuk membaca dan berhitung. Irkham tergerak untuk membuat suatu kelompok belajar. Berada di rumahnya sendiri, berada di Titian membuatnya untuk lebih memperhatikan hal-hal seperti cara pendampingan dan model kegiatan yang dilakukan. “Aku dan Titian memiliki cara pandang yang kebetulan sama. Bagaikan ‘gayung bersambut’,” ujarnya.

Tekadnya serius—Irkham menggerakkan para anggota Karang Taruna di lingkungannya untuk menjadi pendamping anak-anak yang berkunjung ke lokasi kelompok belajar. Kemudian, ia pun bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan Kabupaten Klaten yang pernah mendatangkan perpustakaan keliling. Menurut Irkham, Titian menginspirasinya dari sisi inklusivitas terhadap anak-anak. “Kegiatan di Titian sangat ramah anak. Hal itulah yang ingin kubawa pulang.”

Catatan: Semua gambar di atas diambil sebelum pandemi COVID-19.