Berita yang mengejutkan muncul pada awal Mei 2016 tentang Yuyun, seorang anak perempuan 14 tahun yang secara keji diperkosa hingga meningggal oleh 14 pemuda dalam perjalanan pulang dari sekolah di Bengkulu.
Beberapa mengatakan kemiskinan berperan dalam nasib tragis Yuyun ini. Biro Pusat Statistik (BPS) dalam laporan 2015 menyatakan Bengkulu sebagai provinsi termiskin di pulau Sumatera yaitu 17%, di bawah rata-rata nasional sebesar 11%. Pelaku kejahatan sebagian besar seusia dengan Yuyun dan hanya dua orang saja yang berusia lebih tua dari Yuyun. Mereka adalah anak putus sekolah dan pengangguran.
Desa Bayat, Klaten, di mana Titian memberikan beasiswa, mungkin terletak ratusan kilometer dari Bengkulu, namun laporan BPS menyebutkan tingkat kemiskinan Kabupaten Klaten adalah sebesar 16% untuk 2012. Kemiskinan, sebagaimana musuh kembarnya – rendahnya tingkat pendidikan, merupakan topik perdebatan tidak berujung mengenai apakah kemiskinan merupakan faktor penyebab atau produk dari rendahnya pendidikan.
Beasiswa SMA/K (kelas 10 s/d 12) kami tidak hanya memberikan bantuan biaya sekolah, namun penerima manfaat juga diminta berperan aktif dalam kegiatan ‘keterampilan hidup’ – seperti konseling, peningkatan kapasitas, kemampuan menulis melalui buku harian, menjadi relawan, kewirausahaan dan bimbel untuk ujian masuk universitas.
Menilik dari pengalaman kami, pekerjaan yang lebih dibutuhkan adalah rekonstruksi dan pembangunan kembali harga diri seseorang, oleh sebab itu kegiatan keterampilan hidup akan memberikan dampak lebih dan menciptakan keberlanjutan. Nampaknya ‘tugas’ tambahan ini menjadi tantangan yang lebih besar bagi remaja laki-laki daripada perempuan.
Penerima beasiswa kami 75% adalah anak perempuan. Beasiswa Titian tidak dengan sengaja membawa agenda ‘feminisme’ dan juga tidak menyokong program ‘pemberdayaan perempuan’ tertentu, jadi kami senang melihat begitu banyak anak perempuan di Bayat yang lapar untuk melanjutkan studi mereka, karena pendidikan bagi anak perempuan di daerah terpencil di Indonesia, seperti pada umumnya budaya patriarki di dunia, menempati prioritas yang paling rendah – seringkali setelah anak laki-laki dan bahkan sepeda motor!
Terbukti bahwa hampir 60% dari anak perempuan penerima manfaat ini melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hanya melalui pendidikan anak perempuan dan wanita menjadi sadar dan mengangkat derajat mereka di dalam keluarga, komunitas dan dalam konteks yang lebih luas – di masyarakat.
Bank Dunia menyatakan bahwa pendidikan dapat mengubah dan memberdayakan anak perempuan dan wanita untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat secara menyeluruh. Singkatnya “Mendidik wanita, Membangun Bangsa.” Semulia itulah peran wanita.
(Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana dukungan Anda dapat mengubah hidup seorang siswa, silahkan menyaksikan video testimonial penerima beasiswa kami di kanal YouTube kami)